Siapakah Pengkhianat Terhadap Ahlul Bait Yang Sebenarnya
Oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta
pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang
menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan
ada yang memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap
kesesatan ada di neraka.
Akan datang pada manusia tahun-tahun yang
penuh dengan penipuan, dibenarkan orang yang berdusta dan didustakan
orang yang jujur, dipercaya orang yang khianat dan dikhianati orang yang
amanah…” (HR. Ibnu Majah 4042, disahihkan al-Albani dalam Silsilah
Ahadits Shahihah 1887)
“Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila
berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari.
Ketiga, apabila diberikan amanah ia mengkhianatinya” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Diantara ciri yang paling menonjol dari orang-orang munafik adalah
kebiasaan mereka berdusta dan kelakuan mereka yang selalu mengingkari
janji dan berkhianat. Dan diantara ciri khas para penghianat adalah dia
tidak membedakan bersama siapa dia berkhianat serta bersama siapa dia
dapat dipercaya. Sungguh kedustaan adalah bagian dari penyakit nifaq
yang apabila telah mengalir dalam darah seseorang akan menjadikannya
sebagai seorang penghianat, walaupun kepada orang-orang yang paling
dekat dengannya.
Orang-orang Syiah yang ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Ahlul
bait, terutama kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya
telah tampak dengan jelas penghianatan mereka sejak periode pertama
gerakan Tasyayyu’ (Menjadi Syiah), pada saat fitnah berkobar diantara
dua orang sahabat Nabi yang mulia, Ali dan Muawiyah Radhiyallahu anhuma.
Maka ditulislah risalah ini di tengah badai fitnah ketika sejarah
Islam diselubungi kabut tebal kedustaan (taqiyyah) pemahaman para
penghianat dan pendusta yang memutar balikkan sejarah dengan berlindung
di balik kata-kata cinta kepada Ahlul bait padahal sesungguhnya
merekalah orang-orang berada dibarisan terdepan dalam menghianati Ahlul
bait.
Sikap Para Pengkhianat Terhadap Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu
Sebagian besar pendukung[1] (syiah) Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu adalah penduduk
Iraq, terutama penduduj Kufah dan Bashrah. Ketika Ali berkeinginan untuk pergi berperang bersama mereka ke Syam, setelah berhasil meredam fitnah Kaum Khowarij (salah satu sekte pecahan syiah Ali sendiri yang malah mengkafirkan Ali bin Abi Thalib), mereka malah meninggalkan beliau Radhiyallahu Anhu padahal sebelumnya mereka telah berjanji untuk membantunya dan pergi bersamannya. Tetapi dalam kenyataannya, mereka semua membiarkannya, dan mereka mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, anak panah kami telah musnah, pedang-pedang dan tombak-tombak kamu telah tumpul, maka kembalilah bersama kami, sehingga kami menyediakan peralatan yang lebih baik” Kemudian Ali Mengetahui, bahwa semangat merekalah yang sesungguhnya sudah tumpul dan melemah, dan bukan pedang-pedang mereka. Mulailah mereka pergi secara diam-diam dari tempat tentara Ali Bin Abi Thalib dan kembali ke rumah mereka tanpa sepengatahuan beliau, sehingga kamp-kamp militer tersebut menjadi kosong dan sepi. Ketika beliau melihat hal tersebut, beliau kembali ke Kufah dan mengurungkan niatnya untuk pergi.[2]
Ali Bin Abi Thalib mengetahui bahwa perkara apa pun tidak dapat
mereka menangkan walaupun mereka telah berbuat adil dan beliau adalah
seorang yang adil walaupun kepada para pendukung beliau, beliau tidak
dapat menyembunyikan kekesalannya dan persaksiannya terhadap para penipu
ini kemudian berkata kepada mereka, “Kalian hanyalah pemberani
–pemberani dalam kelemahan, serigala-serigala penipu ketika diajak
bertempur, dan aku tidak percaya pada kalian…kalian bukanlah kendaraan
yang pantas ditunggangi, dan bukan pula orang mulia yang layak dituju.
Demi Allah sejelek-jelek provokator perang adalah kalian. Kalianlah yang
akan tertipu, dan tidak akan dapat merencanakan tipu daya jahat, dan
kebaikan kalian akan lenyap dan kalian tidak dapat menghindar” [3]
Yang anehnya lagi, para pendukung (syiah) Ali di Iraq ini tidak hanya mundur dari
medan perang ke Syam bersama beliau, tetapi mereka juga takut dan keberatan untuk mempertahankan wilayah mereka sendiri.[4] sementara pasukan Muawiyah telah menyerang Ain At Tamr dan daerah-daerah
Iraq yang lain. Mereka tidak tunduk terhadap perintah Ali untuk mempertahankannya, sampai-sampai Amirul Mukminin Ali berkata kepada mereka,”Wahai penduduk Kufah, setiap kali kalian mendengar kedatangan pasukan dari Syam, maka setiap orang dari kalian masuk ke dalam kamar rumahnya dan menutup pintunya seperti masuknya biawak ke persembunyiannya dan hyena ke dalam sarangnya….Orang yang tertipu adalah orang yang kalian bodohi, dan bagi yang menang bersama kalian, adalah menang dengan bagian yang nihil. Tidak ada orang-orang yang berangkat ketika dipanggil, dan tidak ada saudara-saudara yang dapat dipercaya ketika dibutuhkan. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepadaNya kita kembali” [5].
Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Al Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu.
Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu terbunuh oleh Ibnu Muljam
(seorang khowarij yang tadinya termasuk syiah Ali namun mengkafirkan
beliau setelah itu), Al Hasan Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi
khalifah, dan beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan Muawiyah.
Terutama setelah sebelumnya sebagian pengikutnya di
Iraq telah meninggalkan ayahnya. Tetapi para para pengikut mereka di Iraq kembali meminta Al Hasan untuk memerangi Muawiyah dan penduduk Syam, padahal jelas-jelas sebenarnya Al Hasan berkeinginan menyatukan kaum muslimin saat itu, karena beliau faham sekali tentang kelakuan orang-orang syiah di Iraq ini yang beliau sendiri membuktikan hal tersebut, Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang syiah di Iraq) dan beliau mengirimkan pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di bagian terdepan untuk memimpin dua belas ribu tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika Al Hasan sedang berada di Al Mada’in tiba-tiba salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa Qais telah terbunuh. Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, para maka orang-orang syiah Iraq kembali para tabiat mereka yang asli (berkhianat), mereka tidak sabar dan mulai menyerang kemah Al Hasan serta merampas barang-barangnya, bahkan mereka sampai melepas karpet yang ada dibawahnya, mereka menikamnya dan melukainya. Dari sinilah salah seorang penduduk Syiah
Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu mengikat Al Hasan bin Ali dan menyerahkan kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan. Pamannya yang bernama Sa’ad bin Mas’ud Ats Tsaqafi[6] telah datang, dia adalah salah seorang wali dari Mada’in dari kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid) bertanya kepadanya, “Apakah engkau menginginkan harta dan kedudukan? Dia berkata, “Apakah itu?” Dia Menjawab,”Al Hasan kamu ikat lalu kamu serahkan kepada Muawiyah” Kemudian pamannya berkata “ Allah akan melaknatmu, berikan kepadaku anak putrinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia memperhatikannya lalu mengatakan, kamu adalah sejelek-jelek manusia” [7]
Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata “ Aku Memandang
Muawiyah lebih baik terhadapku disbanding orang-orang yang mengaku
mendukungku (Syiahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku,
demi Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku
dan melindungi keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik
daripada mereka membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi
punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan Muawiyah niscaya mereka
akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku
tetap mulia dengan melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih
baik disbanding ia memerangiku dan aku menjadi tahanannya”
Maka para penghianat ini sebenarnya amat benci terhadap Al Hasan
bahkan keturunannya, namun mereka berusaha menutup-nutupinya, maka
mereka (syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan keturunan Al Hasan dari
silsilah para Imam ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam
mereka itu bahkan diatas kedudukan para Nabi dan malaikat terdekat
dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al hukumah islamiyah hal 52),
walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini mereka
tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka. Itulah cara dan
memang tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin.
Mengapa mereka tidak mencantumkan keturunan Al Hasan dalam imam-imam
mereka? Apa keturunan Al Hasan bukan keturunan ahlul bait? Jawabnya
adalah karena Al Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyatukan kaum
muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah
mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang
penghianat yang tidak pernah menginginkan perdaimaian dan persatuan
diantara kaum muslimin.
Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Husain bin Ali Radhiyallahu anhu
Setelah wafatnya Muawiyah Radhiyallahu anhu pada 60 H yang sebelumnya
beliau menunjuk Yazid[8] untuk menjadi pemimpin yang niat beliau agar
tidak terjadi lagi perpecahan diantara kaum muslimin dalam masalah
kekuasaan. Maka berpalinglah para utusan ahli dari Iraq kepada Husain
bin Ali Radhiyallahu anhu dengan penuh antusias dan simpati, Lalu mereka
berkata kepada Husain,“Kami telah dipenjara hanya demi engkau, dan kami
juga tidak mengikuti shalat jum’at bersama penguasa yang ada, sehingga
datanglah Sang Imam (Al Mahdi) kepada kami“
Di bawah tekanan mereka, terpaksa Husain memutuskan untuk mengirim
anak pamannya, Muslim bin Aqil untuk mengetahui keadaan yang terjadi,
maka keluarlah Muslim pada bulan Syawal tahun 60 H.
Ia tidak mengetahui telah tibanya penduduk Iraq sehingga mereka
datang kepadanya, maka mulailah mereka berbaiat kepada Husain.
Disebutkan, bahwa jumlah mereka yang berbaiat sebanyak dua belas ribu
orang, kemudian penduduk Kufah pun mengirim utusan utnuk membaiat Husain
dan semuanya berjalan dengan baik.
Tetapi sayang, Husain radhiyallahu anhu tertipu oleh penghianatan
mereka. Husain pergi menemui mereka walaupun sudah diperingatkan oleh
para sahabat Nabi dan orang-orang yang terdekat dengan beliau agar tidak
keluar menemui mereka, hal itu karena mereka telah mengetahui
penghianatan yang selama ini telah dilakukan oleh kaum Syiah Iraq.
Sampai-sampai Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata kepada Husain ,
“Apakah engkau akan pergi ke kaum (golongan) yang telah membunuh
pemimpin mereka, merampas negeri mereka, dan memusnahkan musuh mereka,
walaupun mereka telah melakukan hal itu, apakah kamu tetap pergi kepada
mereka? Mereka mengajakmu kesana, sedang penguasa mereka bersikap tiran
terhadap mereka, apa yang mereka lakukan hanya untuk negara mereka saja,
mereka hanya mengajak anda menuju medan perang dan pembantaian, dan
anda tidak akan aman bersama mereka, mereka akan mengkhianati, menipu,
membangkang, meninggalkan, dan berbalik memerangi kamu dan nanti mereka
menjadi orang yang sangat keras permusuhannya kepadamu..“
Begitu juga Muhammad bin Ali bin Abi Thalib yang populer dengan gelar
Ibnu al-Hanif, sudah menasehatkan kepada saudaranya al-Husein
radhiyallahu ‘anhum seraya mengatakan: “Wahai saudaraku, penduduk Kufah
sudah Anda ketahui betapa pengkhianatan mereka terhadap bapakmu Ali
radhiyallahu ‘anhu dan saudaramu al-Hasan radhiyallahu ‘anhu. Saya
khawatir nanti keadaanmu akan sama seperti keadaan mereka
sebelumnya!”[9]
Dengan jelas tampaklah pengkhianatan Syiah ahli Kufah, walaupun
mereka sendiri yang telah mengharapkan akan kedatangan Husain, hal itu
sebelum Husain sampai kepada mereka. Maka penguasa Bani Umayyah,
Ubaidillah bin Ziyad ketika mengetahui sepak terjang Muslim bin Aqil
yang telah membaiat Husain dan sekarang berada di Kufah, ia segera
mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya, sekaligus terbunuh pula tuan
rumah yang menjamunya Hani bin Urwah Al Muradi. Dan kaum Syiah Kufah
tidak akan memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji
mereka terhadap Husain Radhiyallahu anhu, hal itu mereka lakukan karena
Ubaidillah bin Ziyad memberikan sejumlah uang kepada mereka.
Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama keluarga dan beberapa
orang pengikutnya yang berjumlah sekita 70 orang laki-laki dan langkah
itu ditempuh setelah adanya perjanjian-perjanjian dan kesepakatan,
kemudian masuklah Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan,
Maka terbunuhlah Al Husain Radhiyallahu anhu dan terbunuh pula semua
sahabatnya termasuk ketiga saudara dari Husain sendiri Abu Bakar bin Ali
bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib, dan Ustman bin Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhum , ketiga anak Ali bin Abi Thalib selain
Hasan, Husain dan Muhammad Ibn Hanafiyyah radhiyallahu ‘anhum.
Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama keluarga dan beberapa
orang pengikutnya yang berjumlah sekitar 70 orang laki-laki, dan langkah
itu ditempuh setelah adanya pernjanjian-perjanjian dan kesepakatan,
kemudian masuklah Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan,
maka terbunuhlah Al Husain Radhiyallahu anhu dan terbunuh pula semua
sahabatnya. Ucapannya yang terakhir sebelum wafat adalah “Ya Allah
berikanlah putusan di antara kami dan diantara orang-orang yang mengajak
kami untuk menolong kamu namun ternyata mereka membunuh kami“.[10]
Bahkan doanya atas mereka (syiah) sangat terkenal, beliau mengatakan
sebelum wafatnya, “Ya Allah, apabila Engkau memberi mereka kenikmatan,
maka cerai beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh jalan yang
berbeda-beda, dan janganlah restui pemimpin mereka selamanya, karena
mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata
kemudian memusuhi kami dan membunuh kami“.[11]Maka terungkap jelaslah
kelakuan para penghianat yang menjadikan tameng dan mereka bertopeng
dibalik ungkapan kecintaan mereka kepada Ahlul bait yang mereka jadikan
kecintaan tersebut sebagai alasan memusuhi setiap orang yang mereka
benci, padahal sungguh merekalah penghianat sesungguhnya yang menyimpan
kebencian dendam kepada Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam beserta Ahlul Bait dan para sahabatnya. Yang selama ini
mereka putarbalikkan sejarah dengan riwayat-riwayat palsu mereka yang
itu memang tabiat dan ajaran agama mereka sesungguhnya dengan Taqiyyah
(kedustaan) yang selalu mereka lakukan.
Maka wajib bagi kita mengambil ibroh dan pelajaran dari sejarah ini,
penghianatan yang berulang-ulang mereka lakukan kepada orang-orang yang
dikatakan mereka cintai (ahlul bait) mereka berkhianat, apalagi kepada
kaum muslimin secara umum, ditipunya Syaikh Syaltut (tokoh lembaga darut
taqrib: lembaga pendekatan sunni-syiah) oleh mereka, digantungnya
Syaikh Ahmad Mufti Zaddah tahun 1993 (tokoh lembaga darut taqrib dari
kalangan ahlussunnah di iran). Sudah cukup menjadi bukti pengkhianatan
adalah tabiat dan kelakuan mereka yang sudah mendarah daging dan patut
kita waspadai.
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka
(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung
jawabmu terhadap mereka”Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah)
kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang
telah mereka perbuat. (Q.S. Al-An’am: 159)
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan
para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti
beliau hingga akhir zaman.
Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah
kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu
sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa
tiadaTuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun
danbertaubat kepada-Mu.
Wallahu A’lam
1.Tidak semua pendukung Ali bin Abi Thalib fanatik, yang dimaksudkan
disini adalah para pengikut Abdullah bin saba ((yahudi yg pura-pura
masuk Islam) yang memang mengkultuskan Ali bin Abi Thalib bahkan sampai
menuhankannya
2.Tarikh Ath Thabari : Tarikh Al Umam wa Al Muluk, 5/89-90. Ibnul Atsir, Al kamil fi at Tarikh, 3/349.
3.Tarikh Ath Thabari, 5/90. Al Alam Al Islami fi ashri Al Umawi hal 91.
4. Mirip seperti kelakuan Syiah rafidhoh (faksi hizbullah) di masa
ini yg katanya ingin membela palestina namun hanya bertahan di libanon
saja mempertahankan wilayahnya.
5.Tarikh Ath Thabari 5/135. Al Alam Al Islami Fi Ashri Al Umawi hal 96.
6.Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi inilah yang menentang Daulah
Umawiyah dan mengaku sebagai pengikut Ahlul Bait serta menuntut kematian
Al Husain.Itu semua tidak lain hanyalah topeng dan kedok untuk
bersembunyi dari kerakusannya terhadap kekuasaan.
7.Tarikh Ath Thabari, 5/195. Al Alam Al Islami fi Ashri Al Umawi. Hal 101.
8. Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum muslimin adalah raja dari
raja-raja islam Mereka tidak mencintainya seperti mencintai orang-orang
shalih dan wali-wali Allah dan tidak pula melaknatnya. Karena
sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta
yin). Di samping itu kalaupun dia sebagai orang yang fasiq atau dhalim,
Allah masih mungkin mengampuni orang fasiq dan dhalim. Lebih-lebih lagi
kalau dia memiliki kebaikan-kebaikan yang besar.Diriwayatkan oleh
Bukhari dalam Shahihnya dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Tentara pertama yang
memerangi Konstantiniyyah akan diampuni. (HR. Bukhari) Padahal tentara
pertama yang memeranginya adalah di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyyah
dan pada waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bersamanya
9. Al-Luhuuf; oleh Ibn Thawus; hal. 39. Asyuura’; oleh al-Ihsa-i;
hal. 115. Al-Majaalisu al-Faakhirah; oleh Abdu al-Hu-sein; hal. 75.
Muntaha al-Amaal; (1/454). Alaa Khathi al-Hu-sain hal.96.110)
Al-Majaalisu al-Faakhirah; hal.79. ‘Alaa Khathi al-Husain; hal 100.
Lawaa’iju al-Asyjaan; oleh al-Amin; hal. 60. Ma’aalimu al-Madrasatain
(3/62).
10. Tarikh Ath Thabari, 5/389
11. Al Irsyad, hal 241. I’lam Al Wara li Ath Thibrisi, hal 949. (doa
Husein Radhiyallahu anhu ini terjawab syiah sampai saat ini berpecah
belah sedemikian rupa setiap kewafatan imam mereka, mereka berpecah
belah satu dan lainnya, dan diantara mereka saling kafir mengkafirkan
satu dengan lainnya).
No comments:
Post a Comment