JANGAN DICELA PARA SAHABAT, MEREKA ADALAH SUMBER ILMU SEPANJANG ZAMAN. 
(sedutan daripda sumber yang dipercayai kebenarannya)
Mereka mendapat ilmu, pengalaman, kemahiran terus daripada Rasulullah.
Bilangan mereka yang ramai menjadi hujjah yang kuat bahawa mereka adalah pengikut yang taat, setia dan penuh kecintaan kepada Rasulullah melebihi generasi kita yang terkemudian. Mereka tidak akan malah mustahil untuk mengkhianati Rasulullah. Cinta mereka kepada Rasulullah melebihi kecintaan kita sejauh Zillion kali ganda.
Mereka menjaga Rasulullah dan keluarga Baginda lebih hebat, lebih bagus dan lebih menyeluruh daripada diri kita dan generasi selepas itu.
Kita hanya percaya kisah sejarah yang dibawa oleh Ibnu Ishaq yang kita pelajari disekolah yang entah betul, entah salah tentang keburukan para sahabat sehinggakan kita lupa...tanpa Para Sahabat ini, Islam tidak akan berkembang dgn pesat.... Merekalah yang sanggup mati demi Islam, demi kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah. 
Generasi sekarang yang ada dah mula terpengaruh untuk mencela Para Sahabat adalah generasi yang buta sejarah sebenar dan buta mata hati serta keimanan atas nama kecintaan pada Ahlul Bait Rasulullah yang sebelah Ali dan Fatimah sahaja...... Kenapa tak mencintai keseluruhan Ahlul Bait Rasulullah jika kata merekalah pembela ahlul bait yang sebenar.?
Kenapa sekadar berbohong kepada Saidina Ali dan Fatimah malah kepada Rasulullah hanya sekadar mencintai Ahlul Bait dari keturunan Ali dan Fatimah dan hanya keturunan Hassan dan Hussien sedangkan Saidina Ali dan Fatimah ada lagi anak-anak yang lain?
Rasulullah juga mempunyai ramai lagi anak selain Fatimah? .Kalau rasa nak cintai Ahlul Bait...cintailah seluruh keluarga Rasulullah dan bukan sekadar keturuan Fatimah dgn Saidina Ali sahaja yang dikecilkan kpd keturunan Hassan dan Hussin sahaja!...Pelik bukan!
Bila dibaca hadis-hadis mereka, mereka lebih menekankan hadis-hadis  atas nama Imam 12 mereka berbanding dgn hadis yang disabitkan dgn nama Ali dan Fatimah... nampak sangat "seolah-olah" hadis itu bukan datang drpd imam 12, Ali dan Fatimah tetapi hadis yang dicipta drpd Nafsu Ulama mereka.
Malah hadis-hadis itu hanya disandarkan kpd kata-kata imam 12 mereka dan jarang sangat kata-kata Rasulullah. Sedang maksud hadis ialah sesuatu yang datang daripada Rasulullah sama ada menerusi lidahnya, perbuatannya dan pengakuannya.
Kenapa? sebab salah satu keimanan mereka ialah Imam-imam mereka lebih tinggi atau sama taraf dengan para nabi dan rasul....satu penghinaan kpd Rasulullah sebenarnya malah menghina Saidina Ali, saidatina Fatimah dan seluruh Ahlul Bait Rasulullah... inilah konsep memuji atau mengagungkan ahlul bait secara zahir tetapi menghina secara senyap.
 
Malah hadis-hadis itu hanya disandarkan kpd kata-kata imam 12 mereka dan jarang sangat kata-kata Rasulullah. Sedang maksud hadis ialah sesuatu yang datang daripada Rasulullah sama ada menerusi lidahnya, perbuatannya dan pengakuannya.
Kenapa? sebab salah satu keimanan mereka ialah Imam-imam mereka lebih tinggi atau sama taraf dengan para nabi dan rasul....satu penghinaan kpd Rasulullah sebenarnya malah menghina Saidina Ali, saidatina Fatimah dan seluruh Ahlul Bait Rasulullah... inilah konsep memuji atau mengagungkan ahlul bait secara zahir tetapi menghina secara senyap.
Mereka cuba sedaya upaya mencipta hadis untuk mengkafirkan Para Sahabat, mereka cuba sedaya upaya mencipta sejarah, memutar pelitkan sejarah, memutar pelitkan apa sahaja fakta untuk mengkafirkan para sahabat sebab takutnya mereka dgn cahaya keilmuan dan kebenaran yang ada pada Para Sahabat sebab mereka dekat dengan Rasulullah...dan Keluarga Rasulullah....
Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah
Kafirnya Orang yang Mencela Sahabat Nabi
Kalau kita melihat tindak tanduk Rafidhah (baca: Syi’ah atau Syiah Imam 12 (isna asyar ), mereka 
tidaklah lepas dari mencela sahabat. Ulama-ulama mereka tidak 
segan-segan mengatakan bahwa ‘Aisyah –istri tercinta Rasul shallallahu 
‘alaihi wa sallam- itu kafir dan pantas menempati neraka. Banyak 
literatur Syi’ah yang menyebutkan ajaran demikian, bukan hanya satu atau
 dua pernyataan, bahk
an sudah menjadi 
ajaran pokok mereka. Tulisan kali ini akan menunjukkan bagaimana pujian 
Allah pada mereka, sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang 
mulia. Juga akan dijelaskan pula mengenai kafirnya orang yang mencela 
sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Merenungkan Sifat Mulia Para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sifat mulia para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, termaktub 
dalam ayat berikut setelah Allah memuji Rasul-Nya yang mulia. Allah 
Ta’ala berfirman,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ 
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا 
سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي 
وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ 
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ 
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ 
بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا 
الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad 
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah 
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. 
Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan 
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas 
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat 
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya 
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan
 tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati 
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang 
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada 
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara 
mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Fath: 29).
Mula-mula ayat ini berisi pujian Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad 
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak disangsikan lagi adalah 
benar. Lalu beliau dipuji sebagai utusan Allah, di mana pujian ini 
mencakup semua sifat yang mulia. Kemudian setelah itu, barulah datang 
pujian kepada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa saja 
pujian bagi para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Pertama: Mereka keras terhadap orang kafir namun begitu penyayang 
terhadap sesama mereka yang beriman sebagaimana disebutkan dalam ayat di
 atas,
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”
Pujian seperti itu terdapat pula dalam ayat lainnya,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai 
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap 
orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir” (QS. 
Al Maidah: 54).
Inilah sifat yang semestinya dimiliki oleh 
orang beriman. Mereka keras dan berlepas diri dari orang kafir dan 
mereka berbuat baik terhadap orang-orang beriman. Mereka bermuka masam 
di depan orang kafir dan bermuka ceria di hadapan saudara mereka yang 
beriman. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di 
sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan
 ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” (QS. At
 Taubah: 123).
Dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ 
مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ 
الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang 
mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota 
badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan 
demam” (HR. Muslim no. 2586).
Dari Abu Musa, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti sebuah bangunan yang 
bagian-bagiannya saling menguatkan satu dan lainnya” (HR. Bukhari no. 
6026 dan Muslim no. 2585).
Kedua: Para sahabat nabi adalah orang yang gemar beramal sholeh, juga memperbanyak shalat dan shalat adalah sebaik-baik amalan
Ketiga: Mereka dikenal ikhlas dalam beramal dan selalu mengharapkan pahala di sisi Allah, yaitu balasan surga.
Kedua sifat ini disebutkan dalam ayat di atas,
تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”
Keempat: Mereka terkenal khusyu’ dan tawadhu’. Itulah yang disebutkan dalam ayat,
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”.
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tanda yang baik. 
Mujahid dan ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah 
khusyu’ dan tawadhu’.
Ulama pakar tafsir lainnya, yaitu As Sudi berkata bahwa yang dimaksud adalah shalat telah membaguskan wajah mereka.
Sebagian salaf berkata,
من كثرت صلاته بالليل حسن وجهه بالنهار
“Siapa yang banyak shalatnya di malam hari, maka akan berserilah wajahnya di siang hari.”
Sebagian mereka pula berkata,
إن للحسنة نورا في القلب، وضياء في الوجه، وسعة في الرزق، ومحبة في قلوب الناس.
“Setiap kebaikan akan memancarkan cahaya di hati dan menampakkan sinar 
di wajah, begitu pula akan melampangkan rizki dan semakin membuat hati 
manusia tertarik padanya.”
Karena baiknya hati, hal itu akan dibuktikan dalam amalan lahiriyah. Sebagaimana kata ‘Umar bin Al Khottob,
من أصلح سريرته أصلح الله علانيته.
“Siapa yang baik hatinya, maka Allah pun akan memperbaiki lahiriyahnya.”
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum, niat mereka dan amal baik mereka 
adalah murni hanya untuk Allah. Sehingga siapa saja yang memandang 
mereka, maka akan terheran dengan tanda kebaikan dan jalan hidup mereka.
 Demikian kata Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya.
Kelima: Para sahabat dipuji oleh umat sebelum Islam dan mereka adalah sebaik-baik umat.
Imam Malik rahimahullah berkata bahwa telah sampai pada beliau, jika 
kaum Nashoro melihat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
yang menaklukkan Syam, mereka berkata, “Demi Allah, mereka sungguh lebih
 baik dari Hawariyyin (pengikut setia Nabi ‘Isa ‘alaihis salam), 
sebagaimana yang sampai pada kami.” Kaum Nashrani telah membenarkan hal 
ini. Ini menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang dalam anggapan 
umat-umat sebelum Islam sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab mereka. 
Dan umat Islam yang paling mulia dan utama adalah para sahabat 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu dalam ayat 
yang kita bahas di atas disebutkan,
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي 
التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ 
فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka 
dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
 itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak 
lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati 
penanam-penanamnya.”
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, 
“Demikianlah sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
 menguatkan, mendukung dan menolong Nabinya shallallahu ‘alaihi wa 
sallam, juga mereka selalu bersamanya sebagaimana tunas yang selalu 
menyertai tanaman”. Tunas itulah ibarat para sahabat dan tanaman itulah 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panutan mereka.
Kafirnya Orang yang Mencela Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Setelah disebutkan sifat-sifat mulai para sahabat, kemudian Allah 
menyebutkan sifat mereka yang selalu menolong Nabi mereka shallallahu 
‘alaihi wa sallam sebagaimana halnya tunas pada tanaman, lalu 
disebutkan,
يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
“Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir”.
Sebagaimana dalam salah satu riwayat dari Imam Malik rahimahullah, 
beliau mengkafirkan Rafidhah (Syi’ah) di mana mereka menaruh kebencian 
pada para sahabat. Imam Malik berkata,
لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية
“Karena para sahabat membuat hari mereka jengkel. Dan siapa yang 
jengkel (murka) pada para sahabat, maka ia kafir berdasarkan ayat ini.”
Sekelompok ulama sependapat dengan Imam Malik dalam hall ini. Juga 
banyak hadits yang menunjukkan keutamaan para sahabat dan larangan 
mencela mereka sebagai pendukung. Cukup dengan pujian dan ridho Allah 
atas mereka sebagaimana terbukti dalam ayat ini.
Bukti dari Literatur Syi’ah Mengenai Celaan pada Para Sahabat
[1] Salah satu buku induk ajaran Syi’ah yaitu karangan ulama besar 
mereka, Al Kulaini menyebutkan riwayat dari Ja’far ‘alaihis salam, 
“Manusia (para sahabat) telah murtad setelah wafatnya Nabi shallallahu 
‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang.” Aku berkata, “Siapa saja tiga 
orang tersebut?” Disebutkan, “Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al 
Ghifari dan Salman Al Farisi”. (Furu’ Al Kaafi, Al Kulaini, hal. 115)
***
Lihatlah bagaimana tujuan keji Syi’ah yang bukan hanya mencela, namun 
menganggap murtad para sahabat yang mulia kecuali tiga sahabat di atas.
[2] Al Majlisi menyebutkan dalam kitabnya bahwa bekas budak ‘Ali bin 
Husain. Di mana ia pernah bersama ‘Ali bin Husain. Lalu bekas budaknya 
ini berkata pada ‘Ali bin Husain, “Engkau punya kewajiban untuk 
memberitahukanku mengenai dua orang pria yaitu Abu Bakr dan ‘Umar.” ‘Ali
 bin Husain berkata, “Mereka berdua itu kafir. Dan siapa saja yang 
mencintai keduanya, maka ia juga ikut kafir.” (Baharul Anwar, Al 
Majlisi, 29: 137)
***
Perlu diketahui bahwa sebenarnya
 ‘Ali bin Husain dan ahlul bait tidaklah seperti yang diceritakan di 
atas. Mereka sebenarnya berlepas diri dari kebiadaban dan tuduhan keji 
orang-orang Syi’ah. Dan ini jadi bukti bagaimana bencinya orang Syi’ah 
pada dua sahabat yang mulia yaitu Abu Bakr dan ‘Umar. Padahal Rasul 
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memuji Abu Bakr dengan julukan 
shiddiq (orang yang paling membenarkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi 
wa sallam) dan menyebut ‘Umar dengan syuhada’.
Dari Anas bin 
Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki
 gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman. Gunung Uhud pun 
berguncang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِىٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ
“Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua
 orang Syuhada’ (‘Umar dan ‘Utsman)” (HR. Bukhari no. 3675).
[3] Ulama pakar tafsir di kalangan Syi’ah yaitu Al Qummi berkata mengenai firman Allah Ta’ala,
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” 
(QS. An Nahl: 90). Namun lihatlah bagaimana tafsiran Al Qummi mengenai 
ayat ini. Ia berkata, “Fahsya’ adalah Abu Bakr, munkar adalah ‘Umar (bin
 Khottob), dan baghyu adalah ‘Utsman (bin ‘Affan).” (Tafsir Al Qummi, 1:
 390)
***
Jika ulama Syi’ah saja mencela seperti ini, bagaimana lagi dengan pengikutnya?
[4] Yusuf Al Jaroni dalam kitabnya menyebutkan bahwa ‘Aisyah telah 
murtad setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana 
murtadnya sahabat Al Jamm Al Ghofir (Asy Syihab Ats Tsaqib fii Bayani 
Ma’na An Nashib, Yusuf Al Jaroni, hal. 236).
[5] Dalam buku 
Syi’ah, mereka menuduh ‘Aisyah telah berzina. Mengenai firman Allah 
Ta’ala yang sebenarnya mensucikan ‘Aisyah dari tuduhan zina yaitu pada 
surat An Nuur,
أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ
“Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka 
(yang menuduh itu)” (QS. An Nuur: 26). Kata mereka, ayat ini yang 
dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pada 
istrinya ‘Aisyah. (Ash Shiroth Al Mustaqim, Zainuddin An Nabathi Al 
Bayadhi, 3: 165)
***
Bagaimana mungkin ‘Aisyah dituduh berzina, sedangkan dalam surat An Nuur sebelumnya disebutkan,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan 
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan 
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki 
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An Nuur: 
26).
Bagaimana pula ‘Aisyah itu murtad dan berbuat zina, 
sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu menaruh hati pada 
‘Aisyah. Lihatlah bagaimana ungkapan cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam pada istrinya tercinta.
قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ
‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Aku bagimu seperti sayangnya Abu Zar’ pada Ummu Zar’. (HR. Bukhari no. 
5189 dan Muslim no. 2448).
Dalam riwayat lain, A’isyah berkata,
يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ
“Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku daripada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139)
Pujian Tinggi pada Para Sahabat
Di akhir ayat, Allah menyebutkan pujian tinggi pada para sahabat,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
 yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Siapa saja yang mengikuti para sahabat dalam sifat mulia mereka, ia akan mendapatkan keutamaan demikian.
Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengikuti jejak mulia para 
sahabat dan moga kami menjadi orang-orang yang mencintai mereka.
Kami tutup tulisan ini dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabatku. Seandainya salah seorang di antara
 kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa 
menandingi satu mud infak sahabat, bahkan tidak pula separuhnya” (HR. 
Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540).
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad
No comments:
Post a Comment