Taqiyah: Amalan Kaum Syi'ah
Taqiyah
menurut kaum Muslimin adalah suatu istilah yang maksudnya hanya terarah
kepada satu erti iaitu “Dusta”. Adapun menurut Syi’ah ‘taqiyah’
bermaksud perbuatan seseorang yang menampakkan sesuatu berbeza dengan
apa yang ada dalam hatinya, ertinya nifaq dan menipu dalam usaha
mengelabui manusia. Taqiyah adalah satu prinsip dari prinsip-prinsip
kesesatan mereka. Taqiyah memiliki kedudukan yang luar biasa, mereka
telah menempatkannya dalam tempat yang agung dan istimewa, hingga mereka
menjadikannya sebagai asas dalam agama mereka, dengan taqiyah seorang
hamba akan mendapatkan pahala dan ihsan dari Allah.
Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun agama mereka, seperti halnya solat. Ibnu Babawaih mengatakan:“Keyakinan kami tentang taqiyah itu adalah dia itu wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan solat.” [Al-I’tiqadat, hal.114].
Mereka menisbahkan kepada imam keenam Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata: “Seandainya saya mengatakan bahawa yang meninggalkan taqiyah sama dengan yang meninggalkan solat tentu saya benar.” [Al-I’tiqadad, hal.114]
Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun agama mereka, seperti halnya solat. Ibnu Babawaih mengatakan:“Keyakinan kami tentang taqiyah itu adalah dia itu wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan solat.” [Al-I’tiqadat, hal.114].
Mereka menisbahkan kepada imam keenam Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata: “Seandainya saya mengatakan bahawa yang meninggalkan taqiyah sama dengan yang meninggalkan solat tentu saya benar.” [Al-I’tiqadad, hal.114]
Sebagaimana
mereka katakan juga bahawa: “Daulah az-Zalimin” mereka menegaskan,
“Taqiyah adalah fardhu yang diwajibkan kepada kami dalam negara
orang-orang yang zalim. Kerana itu barangsiapa meninggalkan taqiyah maka
sungguh dia telah menyalahi agama imamiyah dan telah berpisah
dengannya.” [Bihar op. cit. 57/421]
Mereka menipu kaum muslimin kerana mengikuti hawa nafsu iblis mereka, sekaligus mempropaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahawa taqiyah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan keimanan seseorang.
Mereka menipu kaum muslimin kerana mengikuti hawa nafsu iblis mereka, sekaligus mempropaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahawa taqiyah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan keimanan seseorang.
‘Imam
Bukhari’ mereka, iaitu Muhammad Al-Kulaini berkata: “Bertaqwalah kamu
kepada Allah 'Azza wa Jalla dalam agama kamu dan lindungilah agama kamu
dengan taqiyah, maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang
tidak bertaqiyah. Dia juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahsia
bermakna ia ragu dan siapa yang mengatakan kepada selain keluarganya
bermakna kafir.” .”[Al-Kafi S 2/371,372 & 218].
Dan demikianlah firqah Syi’ah menjadikan taqiyah, sebagai tiang agama dan menjadikannya sebagai salah satu simbol agama. Keyakinan akan kewajiban bertaqiyah menyebabkan mereka boleh berbohong. Sehingga perbuatan ini menjadi “trade mark” atau simbol Syi’ah. Umpamanya ada yang mengatakan, “Dia itu lebih pembohong dari orang rafidhah” [Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah].
Kata mereka dalil bolehnya taqiyah ialah Firman Allah 'Azza wa Jalla, maksudnya:
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (kekasih, penolong, pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian nescaya, lepaslah ia dari pertolongon Allah kecuali kerana (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” [Ali Imran: 28].
Dan demikianlah firqah Syi’ah menjadikan taqiyah, sebagai tiang agama dan menjadikannya sebagai salah satu simbol agama. Keyakinan akan kewajiban bertaqiyah menyebabkan mereka boleh berbohong. Sehingga perbuatan ini menjadi “trade mark” atau simbol Syi’ah. Umpamanya ada yang mengatakan, “Dia itu lebih pembohong dari orang rafidhah” [Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah].
Kata mereka dalil bolehnya taqiyah ialah Firman Allah 'Azza wa Jalla, maksudnya:
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (kekasih, penolong, pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian nescaya, lepaslah ia dari pertolongon Allah kecuali kerana (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” [Ali Imran: 28].
Ini adalah istidlal (pengambilan
dalil) yang salah, menyalahi pengertian ayat yang jelas yang tidak
menerima ta’wil semacam di atas; ‘memelihara diri’ yang dimaksud dalam
ayat adalah ‘memelihara diri dari orang-orang kafir’.
Firman Allah 'Azza wa Jalla, ertinya:
“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” [An-Nahl: 106].
Firman Allah 'Azza wa Jalla, ertinya:
“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” [An-Nahl: 106].
Ini
juga istidlal yang keliru dan jauh dari kebenaran kerana ayat ini
khusus bagi orang yang sudah tidak tahan siksaan, jika dia terpaksa
mengucapkan kekufuran, maka dia boleh mengucapkannya tanpa diyakini dan
diamalkan.
Sebagaimana mereka beristidlal dengan firman Allah 'Azza wa Jalla, melalui lisan Ibrahim a.s., ertinya:
“Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang, kemudian ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’,” [Ash-Shaffat: 88-89].
Ini tidak sama dengan kedustaan dan kebohongan model Syi’ah, tetapi ayat ini membolehkan “tawriyah” (penyamaran) dalam zhahir ucapan jika diharuskan dalam kondisi darurat.
Ucapan Ibrahim a.s. “Sesungguhnya aku sakit” , maksudnya, “Dari amal kamu dan ibadah kamu kepada berhala-berhala itu”. Ini bukan dusta tetapi di dalamnya mengandung sindiran (ta’ridh) untuk maksud syar’i, iaitu menghancurkan tuhan-tuhan mereka setelah ditinggalkan oleh para penyembahnya. Bahkan taqiyah Syi’ah tidak hanya halal bagi manusia biasa, tetapi halal juga bagi para Nabi dan Rasul. Ini adalah sangat buruk dan keji serta kemungkaran yang nyata. Kerana Allah Ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul untuk tugas menyampaikan risalah Tuhan mereka, mengajar manusia dan menyucikan mereka. Jika tidak tentu tidak akan tersebar dakwah mereka, tidak akan muncul pertentangan di antara mereka dan orang-orang yang mereka diutuskan kepadanya, tentu tidak akan merasakan ujian-ujian, siksaan-siksaan dan mara bahaya.
Al-Qur’an adalah sebaik-baik saksi dalam hal ini dan yang menafikan ini adalah firman Allah 'Azza wa Jalla, artinya:
“(Iaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah.” [AI-Ahzab: 39].
Di antara riwayat dusta Syi’ah adalah taqiyah yang dikaitkankan kepada Rasulullah s.a.w. Mereka menyebut dari Abu Abdillah a.s.
Dia berkata: “Tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul (pemimpin orang-orang munafik) mati, Rasulullah s.a.w. menghadiri jenazahnya.
Sebagaimana mereka beristidlal dengan firman Allah 'Azza wa Jalla, melalui lisan Ibrahim a.s., ertinya:
“Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang, kemudian ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’,” [Ash-Shaffat: 88-89].
Ini tidak sama dengan kedustaan dan kebohongan model Syi’ah, tetapi ayat ini membolehkan “tawriyah” (penyamaran) dalam zhahir ucapan jika diharuskan dalam kondisi darurat.
Ucapan Ibrahim a.s. “Sesungguhnya aku sakit” , maksudnya, “Dari amal kamu dan ibadah kamu kepada berhala-berhala itu”. Ini bukan dusta tetapi di dalamnya mengandung sindiran (ta’ridh) untuk maksud syar’i, iaitu menghancurkan tuhan-tuhan mereka setelah ditinggalkan oleh para penyembahnya. Bahkan taqiyah Syi’ah tidak hanya halal bagi manusia biasa, tetapi halal juga bagi para Nabi dan Rasul. Ini adalah sangat buruk dan keji serta kemungkaran yang nyata. Kerana Allah Ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul untuk tugas menyampaikan risalah Tuhan mereka, mengajar manusia dan menyucikan mereka. Jika tidak tentu tidak akan tersebar dakwah mereka, tidak akan muncul pertentangan di antara mereka dan orang-orang yang mereka diutuskan kepadanya, tentu tidak akan merasakan ujian-ujian, siksaan-siksaan dan mara bahaya.
Al-Qur’an adalah sebaik-baik saksi dalam hal ini dan yang menafikan ini adalah firman Allah 'Azza wa Jalla, artinya:
“(Iaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah.” [AI-Ahzab: 39].
Di antara riwayat dusta Syi’ah adalah taqiyah yang dikaitkankan kepada Rasulullah s.a.w. Mereka menyebut dari Abu Abdillah a.s.
Dia berkata: “Tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul (pemimpin orang-orang munafik) mati, Rasulullah s.a.w. menghadiri jenazahnya.
Maka Umar menegur Rasulullah s.a.w., “Bukankah Allah telah melarang anda untuk berdiri di kuburannya ?”
Rasulullah terdiam.
Umar mengulangi lagi, “Bukankah Allah 'Azza wa Jalla telah melarang Anda untuk berdiri diatas kuburannya?”
Maka beliau menjawab, “Celaka kamu, tahukah kamu apa yang aku ucapkan? Sesungguhnya aku mengatakan, “Ya Allah tutuplah mulutnya dengan api, penuhilah kuburannya dengan api, dan masukkanlah dia ke dalam api neraka.”
Maka beliau menjawab, “Celaka kamu, tahukah kamu apa yang aku ucapkan? Sesungguhnya aku mengatakan, “Ya Allah tutuplah mulutnya dengan api, penuhilah kuburannya dengan api, dan masukkanlah dia ke dalam api neraka.”
Abu Abdillah a.s berkata: “Maka jelaslah bahwa Rasulullah s.a.w. apa yang tadinya tidak dia sukai.” [Al-Kafi fi Al-furu’.Kitab Al-Janaiz 3/188]
Apakah seperti ini sifat dan karakter Rasul yang diutus sebagai ‘rahmatan lil’alamin’, yang datang sebagai pengajar dan pendidik bagi ummat manusia? Sungguh ini adalah kebohongan dan kecurangan dari orang-orang zindik untuk menjatuhkan maruah Rasulullah s.a.w.
Allah 'Azza wa Jalla telah memuji nabi-Nya dengan berfirman yang artinya:
Apakah seperti ini sifat dan karakter Rasul yang diutus sebagai ‘rahmatan lil’alamin’, yang datang sebagai pengajar dan pendidik bagi ummat manusia? Sungguh ini adalah kebohongan dan kecurangan dari orang-orang zindik untuk menjatuhkan maruah Rasulullah s.a.w.
Allah 'Azza wa Jalla telah memuji nabi-Nya dengan berfirman yang artinya:
“Dan sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.”
Tuduhan
yang curang dan taqiyah yang didakwakan bertentangan dengan kandungan
dan makna ayat ini. Kemudian bagi yang masih memiliki akal, apakah
Rasululalh s.a.w. memerlukan sikap taqiyah dan nifaq sementara
kedudukannya sangat kuat dan kedudukannya sangat tinggi ketika itu?
Sepatutnya, Ibnu Salul lah yang memerlukan sikap dusta dan taqiyah ini kerana lemahnya dia di hadapan kekuatan Islam.
Sepatutnya, Ibnu Salul lah yang memerlukan sikap dusta dan taqiyah ini kerana lemahnya dia di hadapan kekuatan Islam.
Apakah yang ditakuti oleh Rasulullah s.a.w. sehinga bertaqiyah di hadapan Ibnu Salul yang sudah menjadi mayat itu!
“Takutlah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” [At-Taubah:119]
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” [Al-Ahzab:70]
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka yang telah menyifati Rasulullah s.a.w. yang diutus sebagai penyebar rahmat dengan sifat-sifat seperti tadi.
Sesungguhnya taqiyah yang dilakukan oleh Rafidhah adalah kemunafikan yang nyata, mereka menginginkan sesuatu tapi mengucapkan dengan sesuatu yang lain. Memerintahkan sesuatu secara terang-terangan dan melarangnya bila bersendirian. Allah Ta’ala telah menjelaskan sifat-sifat orang munafik dan sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat orang Syiah yang sudah terbiasa dan terdidik dengan pendidikan yang hina ini, dan dari sana mereka mewariskannya kepada anak-anak mereka.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, kami mengakui bahawa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya orang munafik itu benar-benar pendusta.” [Al-Munafiqun:1].
Allah berfirman, ertinya: “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan kami beriman, dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” [Al-Baqarah:14]
“Takutlah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” [At-Taubah:119]
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” [Al-Ahzab:70]
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka yang telah menyifati Rasulullah s.a.w. yang diutus sebagai penyebar rahmat dengan sifat-sifat seperti tadi.
Sesungguhnya taqiyah yang dilakukan oleh Rafidhah adalah kemunafikan yang nyata, mereka menginginkan sesuatu tapi mengucapkan dengan sesuatu yang lain. Memerintahkan sesuatu secara terang-terangan dan melarangnya bila bersendirian. Allah Ta’ala telah menjelaskan sifat-sifat orang munafik dan sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat orang Syiah yang sudah terbiasa dan terdidik dengan pendidikan yang hina ini, dan dari sana mereka mewariskannya kepada anak-anak mereka.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, kami mengakui bahawa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya orang munafik itu benar-benar pendusta.” [Al-Munafiqun:1].
Allah berfirman, ertinya: “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan kami beriman, dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” [Al-Baqarah:14]
Latar Belakang Akidah Taqiyah
Kedudukan Syi’ah dahulu telah mengalami krisis ketika mereka membuka lembaran-lembaran kitab-kitab mereka di mana dalam
kitab ini Al-Imam mengancam dan menakut-nakutkan, dan dalam kitab lain
imam yang keempat menghalalkan dan dalam kitab yang sama imam keenam
mengharamkan , imam yang ini mengatakan ‘matahari’ sementara imamnya
yang lain mengatakan ‘bulan’, maka mereka mendapati bahawa ucapan orang
yang mereka yakini sebagai imam yang ma’shum terbebas dari kesalahan dan
kegelinciran ternyata ucapan mereka dalam satu perkara saling
bertentangan tanpa menemukan alasan pembenaran untuk itu. Sebagaimana
mereka merasa terpukul ketika terdapat dalam sebahagian riwayat mereka
memuji dan mencintai para sahabat Rasulullah s.a.w. , dan mengakui
baiyat terhadap mereka, bertentangan dengan apa yang mereka yakini.
Maka kesulitan mereka semakin rumit, kerana orang-orang bodoh dan hakham
Rafidhah telah menghukumi sesat orang-orang sesat di sekitar mereka,
dan memenuhi hati mereka dengan kebencian terhadap para sahabat dan
ummahat Al-Mukminin – semoga Allah meredhai mereka- sepanjang zaman .
Maka mereka berlari menuju tipu muslihat dan kesesatan. Mereka memandang
bahawa tidak ada jalan selamat bagi mereka melainkan dengan taqiyah.
Mereka merancang konsep taqiyah dan melengkapinya dengan berbagai macam
fadhilah, dengan begitu mereka telah mengelabui manusia.
Apabila orang yang mengerumuni mereka dan yang menganut agama mereka hanyalah orang-orang bodoh –semoga Allah memberi hidayah kepada mereka- yang tidak mampu membuat penilaian di dalam masalah akidah. Jika mereka mendengar dari satu imam yang berkata begini dan begitu, mereka langsung membenarkan sebelum orang yang menceritakan hadits itu menyempurnakan haditsnya. Mereka telah menjadikan para pengikut sebagai tawanan bagi ucapan para imam yang dipalsukan itu, kerana mereka telah menanamkan ketaatan buta tuli kepada imam, mereka telah menakut-nakutkan pengikutnya dan telah membius mereka dengan hadits-hadits yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam.
Apabila orang yang mengerumuni mereka dan yang menganut agama mereka hanyalah orang-orang bodoh –semoga Allah memberi hidayah kepada mereka- yang tidak mampu membuat penilaian di dalam masalah akidah. Jika mereka mendengar dari satu imam yang berkata begini dan begitu, mereka langsung membenarkan sebelum orang yang menceritakan hadits itu menyempurnakan haditsnya. Mereka telah menjadikan para pengikut sebagai tawanan bagi ucapan para imam yang dipalsukan itu, kerana mereka telah menanamkan ketaatan buta tuli kepada imam, mereka telah menakut-nakutkan pengikutnya dan telah membius mereka dengan hadits-hadits yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam.
Maka
jika ucapan seorang imam bertentangan dengan imam itu sendiri, atau
ucapan seorang imam bercanggah dengan Imam yang lain, mereka mengatakan
sesungguhnya itu terjadi disebabkan taqiyah. Mereka benar-benar telah
menghiasi taqiyah ini dengan berbagai macam keutamaan dan keistimewaan
sesuai dengan keinginan nafsu mereka.
Bagaimanakah Kesaksian Ulama Mereka?
Berikut ini adalah penyaksiian ulama Syi’ah yang berakal tentang taqiyah yang dia sebutkan dalam kitabnya, “Sesungguhnya saya meyakini dengan seyakin-yakinnya bahawa tidak ada satu ummat di dunia yang menghinakan dirinya dengan menerima konsep taqiyah dan mengamalkannya. Inilah saya, saya memohon kepada Allah secara ikhlas dan saya mengetahui hari yang orang Syi’ah tidak pernah berfikir, bahkan tidak pernah berfikir tentang taqiyah apalagi tentang pengamalannya.”
Dan dia menambah, “Sesungguhnya yang menjadi kewajiban bagi Syi’ah adalah menjadikan perhatiannya terhadap kaedah akhlak yang telah diwajibkan oleh Islam atau seluruh kaum muslimin, yaitu: seorang muslim tidak boleh menipu, tidak menjilat,tidak melakukan kecuali yang haq dan tidak berkata melainkan yang haq sekalipun atas dirinya. Dan sesungguhnya perbuatan baik itu adalah baik di segala tempat dan amal yang buruk adalah buruk di segala tempat.”
Berikut ini adalah penyaksiian ulama Syi’ah yang berakal tentang taqiyah yang dia sebutkan dalam kitabnya, “Sesungguhnya saya meyakini dengan seyakin-yakinnya bahawa tidak ada satu ummat di dunia yang menghinakan dirinya dengan menerima konsep taqiyah dan mengamalkannya. Inilah saya, saya memohon kepada Allah secara ikhlas dan saya mengetahui hari yang orang Syi’ah tidak pernah berfikir, bahkan tidak pernah berfikir tentang taqiyah apalagi tentang pengamalannya.”
Dan dia menambah, “Sesungguhnya yang menjadi kewajiban bagi Syi’ah adalah menjadikan perhatiannya terhadap kaedah akhlak yang telah diwajibkan oleh Islam atau seluruh kaum muslimin, yaitu: seorang muslim tidak boleh menipu, tidak menjilat,tidak melakukan kecuali yang haq dan tidak berkata melainkan yang haq sekalipun atas dirinya. Dan sesungguhnya perbuatan baik itu adalah baik di segala tempat dan amal yang buruk adalah buruk di segala tempat.”
Sehingga
dia berkata, “Hendaklah mereka juga mengetahui bahwa apa yang mereka
nisbahkan kepada imam Ash-Shadiq dari ucapannya taqiyah adalah ‘agamamu
dan agama bapa-bapaku’, sesungguhnya itu hanyalah dusta, bohong dan
fitnah atas imam yang sangat agung itu.”[ibid, hal.159]
Sebagaimana dikatakan oleh seorang Iran, Ahmad Al-Kisrawi, “Sesungguhnya taqiyah adalah satu macam dari dusta dan nifaq, apakah masih perlu menyelidiki tentang keburukan dusta dan nifaq?” [Syi’ah wa At-Tasyayyu’, hal.87].
Sesungguhnya taqiyah itu hanya dibolehkan untuk orang-orang lemah yang ditindas yang khuatir tidak boleh kekal di atas kebenaran dan bagi orang-orang yang tidak menempati qudwah (teladan) bagi manusia, orang seperti merekalah yang boleh mengambil rukhsyah (taqiyah) ini. Adapun orang-orang yang memiliki semangat dan tekad dari para Imam yang menjadi petuntuk jalan maka mereka wajib mengambil azimah (hukum yang kuat) menanggung derita , tetap teguh di jalan Allah walau apapun yang mereka hadapi. Dan adalah para sahabat Rasulullah s.a.w. orang yang mulia sebagaimana yang dipersaksikan Al-Qur’an. Allah berfirman :
“Kekuatan, kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang mukmin, tetapi orang-orang yang munafik itu tidak mengetahui.” [Al-Munafiqun: 8].
Maka tidak boleh orang-orang yang mulia (kuat) itu hanya berasal dari para sahabat yang khusus, kerana Ali dan Ibnu Abbas , bukan orang yang munafik juga bukan orang yang hina sehingga mengambil sikap taqiyah.
Ibnu Taimiyah berkata, “Inilah sikap Rafidhah”. Syi’ar mereka adalah kehinaan, baju mereka adalah nifak dan taqiyah, modal mereka adalah dusta dan sumpah palsu. Mereka berdusta atas nama Ja’far As-Siddiq bahwa dia berkata : Taqiyah adalah agamaku dan agama bapa-bapaku. Dan Allah telah membersihkan ahlul bait dari hal itu dan tidak menjadikan mereka memerlukan kepadanya , kerana mereka adalah manusia paling jujur dan paling agung imannya. Agama mereka adalah takwa dan bukan taqiyah [Al-Muntaqa: 86].
Inilah hakikat taqiyah dalam agama Syi’ah dia tidak lain hanyalah dusta, nifaq, dan penipuan; tidak ada amanah bagi mereka, tidak ada keikhlasan dan kejujuran dalam agama mereka . Mereka adalah para pendusta yang bangga dengan dustanya dan terang-terangan dengan maksiatnya di hadapan mata manusia.
Allah berfirman:“Di antara orang-orang Mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka (ada pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah-ubah janjinya, supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu kerana kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab:23-24].
Sebagaimana dikatakan oleh seorang Iran, Ahmad Al-Kisrawi, “Sesungguhnya taqiyah adalah satu macam dari dusta dan nifaq, apakah masih perlu menyelidiki tentang keburukan dusta dan nifaq?” [Syi’ah wa At-Tasyayyu’, hal.87].
Sesungguhnya taqiyah itu hanya dibolehkan untuk orang-orang lemah yang ditindas yang khuatir tidak boleh kekal di atas kebenaran dan bagi orang-orang yang tidak menempati qudwah (teladan) bagi manusia, orang seperti merekalah yang boleh mengambil rukhsyah (taqiyah) ini. Adapun orang-orang yang memiliki semangat dan tekad dari para Imam yang menjadi petuntuk jalan maka mereka wajib mengambil azimah (hukum yang kuat) menanggung derita , tetap teguh di jalan Allah walau apapun yang mereka hadapi. Dan adalah para sahabat Rasulullah s.a.w. orang yang mulia sebagaimana yang dipersaksikan Al-Qur’an. Allah berfirman :
“Kekuatan, kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang mukmin, tetapi orang-orang yang munafik itu tidak mengetahui.” [Al-Munafiqun: 8].
Maka tidak boleh orang-orang yang mulia (kuat) itu hanya berasal dari para sahabat yang khusus, kerana Ali dan Ibnu Abbas , bukan orang yang munafik juga bukan orang yang hina sehingga mengambil sikap taqiyah.
Ibnu Taimiyah berkata, “Inilah sikap Rafidhah”. Syi’ar mereka adalah kehinaan, baju mereka adalah nifak dan taqiyah, modal mereka adalah dusta dan sumpah palsu. Mereka berdusta atas nama Ja’far As-Siddiq bahwa dia berkata : Taqiyah adalah agamaku dan agama bapa-bapaku. Dan Allah telah membersihkan ahlul bait dari hal itu dan tidak menjadikan mereka memerlukan kepadanya , kerana mereka adalah manusia paling jujur dan paling agung imannya. Agama mereka adalah takwa dan bukan taqiyah [Al-Muntaqa: 86].
Inilah hakikat taqiyah dalam agama Syi’ah dia tidak lain hanyalah dusta, nifaq, dan penipuan; tidak ada amanah bagi mereka, tidak ada keikhlasan dan kejujuran dalam agama mereka . Mereka adalah para pendusta yang bangga dengan dustanya dan terang-terangan dengan maksiatnya di hadapan mata manusia.
Allah berfirman:“Di antara orang-orang Mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka (ada pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah-ubah janjinya, supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu kerana kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab:23-24].
Serangan Syi'ah Terhadap Sahabat
Apa kata mereka tentang sahabat?
Ibnu
Taimiyah berkata: “Syi’ah Rafidhah mengatakan: Sesungguhnya kaum
muhajirin dan anshar menyembuyikan nash-nash sehingga mereka kafir
kecuali hanya sedikit saja, lebih dari 10 orang dan sesungguhnya Abu
Bakar, Umar dan orang sepertinya adalah orang munafik , yang sebelumnya
adalah beriman kemudian menjadi kafir. [Majmu’ fatawa 3/356].
Mereka juga mengaguhnya para sahabat, kerana mereka telah membai’at Abu Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga atau empat orang ,(Kitab syiah Itsna ‘asyariyah) diantaranya dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapanya dari Abu Ja’far, dia berkata : “Semua manusia menjadi kafir setelah meninggalnya Nabi saw kecuali tiga orang iaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Zar al Ghifari dan Salman al- Farisi.” [Al-Kafi 12/321,322]. Lebih dari itu mereka juga mengkafirkan sebahagian dari ahli Bait Rasulullah s.a.w. , seperti Al-Abbas dan Abdulullah bin Abbas, mereka menganggapnya kerdil dan bodoh. [Ushul Kafi 1/247]. Maka lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia menjadi seperti iblis atau Abu Jahal. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja sudah bererti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan itu dengan Hadits: “Janganlah kamu mencela sahabatku, karena seandainya kamu berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setengahnya” [HR. Bukhari dari Abi Said Al- Khudri]
Mereka juga mengaguhnya para sahabat, kerana mereka telah membai’at Abu Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga atau empat orang ,(Kitab syiah Itsna ‘asyariyah) diantaranya dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapanya dari Abu Ja’far, dia berkata : “Semua manusia menjadi kafir setelah meninggalnya Nabi saw kecuali tiga orang iaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Zar al Ghifari dan Salman al- Farisi.” [Al-Kafi 12/321,322]. Lebih dari itu mereka juga mengkafirkan sebahagian dari ahli Bait Rasulullah s.a.w. , seperti Al-Abbas dan Abdulullah bin Abbas, mereka menganggapnya kerdil dan bodoh. [Ushul Kafi 1/247]. Maka lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia menjadi seperti iblis atau Abu Jahal. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja sudah bererti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan itu dengan Hadits: “Janganlah kamu mencela sahabatku, karena seandainya kamu berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setengahnya” [HR. Bukhari dari Abi Said Al- Khudri]
Bukan hanya itu sahaja tetapi mereka juga mengkafirkan khalifah, serta menghukumi pemerintahannya sebagai negara kafir.
Menurut Syi’ah Itsna’asyariyah, bahawa semua pemerintahan selain pemerintahan Itsna’asyariyah adalah bathil, dan penguasanya adalah thagut. Barangsiapa yang berbai’at kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thagut. Mereka berpendapat bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thagut, sekalipun mereka menyeru kepada kebenaran. Al-Majlisi mengatakan: “Bahawa khulafa’ Ar-Rasyidin adalah perampas yang murtad dari Islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang yang mengikuti mereka, kerana mereka menzalimi Ahlul bait dari awal hingga akhir.” [Ushul kafi: 1/427 dan Rijal al-kusyi hal:35]. Di masa Ja’far bin Shadiq, Syi’ah rafidhah juga mengatakan : Penduduk Syam lebih jelek dari pada penduduk Romawi (Nasrani), dan penduduk Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk Makkah, sedangkan penduduk Makkah telah kafir dengan nyata. [Ushul kafi: 2/49]
Menurut Syi’ah Itsna’asyariyah, bahawa semua pemerintahan selain pemerintahan Itsna’asyariyah adalah bathil, dan penguasanya adalah thagut. Barangsiapa yang berbai’at kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thagut. Mereka berpendapat bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thagut, sekalipun mereka menyeru kepada kebenaran. Al-Majlisi mengatakan: “Bahawa khulafa’ Ar-Rasyidin adalah perampas yang murtad dari Islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang yang mengikuti mereka, kerana mereka menzalimi Ahlul bait dari awal hingga akhir.” [Ushul kafi: 1/427 dan Rijal al-kusyi hal:35]. Di masa Ja’far bin Shadiq, Syi’ah rafidhah juga mengatakan : Penduduk Syam lebih jelek dari pada penduduk Romawi (Nasrani), dan penduduk Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk Makkah, sedangkan penduduk Makkah telah kafir dengan nyata. [Ushul kafi: 2/49]
No comments:
Post a Comment