Menyikapi Generasi Y di Dunia Kerja
Jumat, 27 April 2012 | 11:06 WIB
Dibaca: 1061
Komentar: 0
SHUTTERSTOCK
Generasi Y andalkan teknologi dalam bekerja.
KOMPAS.com
- Generasi Y semakin banyak memasuki dunia kerja. Generasi milenium ini
menjadi sumber daya manusia yang nyatanya memang dibutuhkan perusahaan.
Generasi Y memiliki karakter berbeda dengan generasi X apalagi generasi baby boomer. Perusahaan pun perlu melakukan penyesuaian juga perubahan, karena dunia kerja pun juga telah berubah.
"Generasi Y sudah masuk ke dunia kerja, penyesuaian perusahaan pun harus ada. Perusahaan harus memfasilitasi. Dunia berubah, perusahaan juga membutuhkan generasi Y ini," jelas Yulia Yasmina, Senior Director Management Consulting Indonesia Lead Accenture, kepada Kompas Female di sela seminar sumber daya manusia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Yulia, perusahaan perlu melakukan penyesuaian dalam dunia kerja jika ingin sumber daya manusianya, para generasi Y, memberikan kontribusi maksimal. Meski begitu, bukan berarti perusahaan hanya berkonsentrasi pada generasi Y saja, dan generasi lainnya terlupakan.
Hanya saja, lanjutnya, generasi Y ini memang butuh penanganan tepat karena karakter dan cara mereka bekerja pun tak sama dengan generasi sebelumnya.
Yulia mengatakan, generasi Y memiliki kemampuan multitasking, kompetitif, dan cenderung mengandalkan teknologi dalam bekerja. "Mereka bisa bekerja dengan gadgetnya sendiri, dan menjaga keseimbangan kerja dengan kehidupan pribadi penting bagi mereka. Mereka technology savvy dan mampu mengerjakan pekerjaannya mengandalkan teknologi," jelasnya.
Generasi Y membutuhkan kepercayaan dari manajemen juga fleksibilitas. Teknologi dan gadget yang sudah menjadi teman baik bahkan rekan kerjanya, membuat generasi milenium ini lebih membutuhkan keleluasan bekerja di mana dan kapan saja, untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan atasannya.
"Mereka bisa bekerja dari rumah, dari kafe, dunia kerja generasi Y tak harus di kantor. Berikan tugas, dan ia akan mengerjakan di mana saja asalkan selesai tepat waktunya. Generasi Y membutuhkan waktu untuk juga bersenang-senang, selain bekerja," lanjutnya.
Karakter generasi milenium inilah yang semestinya mampu diakomodasi perusahaan, jika tak ingin kehilangan tenaga kerja yang potensial. Menurut Yulia, generasi Y memiliki banyak potensi dan kelebihan yang dapat memberikan kontribusi pada perusahaan. Terutama cara bekerja dan semangat mereka.
"Akui saja keberhasilannya, berikan pengakuan atas hasil kerjanya, hanya dengan mengatakan 'good job' misalnya, mereka akan lebih bersemangat dalam bekerja dan siap menerima tugas berikutnya dari atasannya," saran Yulia.
Marta Jonatan, Human Resources Director PT Microsoft Indonesia mengakui pentingnya mengakomodasi generasi Y ini. Namun baginya, kultur bekerja dalam perusahaan termasuk dalam menyikapi generasi Y semestinya disesuaikan kebutuhan dengan juga mempertimbangkan segmen market perusahaan tersebut.
"Kultur seperti apa yang dibutuhkan acuannya bukan generasi tapi lebih kepada segmen market. Kami bergerak di industri teknologi informasi, maka kami pun menyesuaikan dengan segmen market yang kebanyakan adalah generasi Y. Perusahaan dan generasi Y memang memiliki kedekatan. Lebih dari 70 persen karyawan di Microsoft juga berasal dari generasi Y, sehingga kultur bekerja pun akhirnya menyesuaikan," jelas Marta pada kesempatan yang sama.
Felksibilitas yang dibutuhkan generasi Y bukan semata menyangkut waktu bekerja. Bagi Marta, manajemen perusahaan juga perlu memahami cara mengelola karyawan dengan prinsip flexible style.
"Jangan menghakimi anak muda dengan mengatakannya tidak sopan mengenakan jeans ke kantor. Bagi generasi baby boomer atau generasi X, gaya kasual dengan jeans boleh jadi tak sopan, tapi tidak demikian bagi generasi Y. Manajemen perlu lebih fleksibel dalam mengatur berbagai generasi yang bekerja di perusahan. Agar generasi X bisa menerima generasi Y, dan generasi Y bisa memahami generasi X," jelasnya.
Menurut Marta, generasi Y punya lebih banyak pilihan. Kalau mereka tidak diakomodasi, ketidakpuasan dalam bekerja bisa saja muncul dan jangan heran jika mereka menjadi kutu loncat karenanya.
Untuk memunculkan kecintaan dan kesetiaan terhadap pekerjaan, perusahaan harus mampu mengakomodasi kebutuhan berbeda dari sumber daya manusianya. Salah satu caranya, dengan memberikan perasaan nyaman dan diterima bagi sumber daya manusia lintas generasi, terutama generasi Y.
"Merasa diterima di tempat kerja sangat penting, untuk memunculkan kecintaan pada pekerjaan," tandasnya.
"Generasi Y sudah masuk ke dunia kerja, penyesuaian perusahaan pun harus ada. Perusahaan harus memfasilitasi. Dunia berubah, perusahaan juga membutuhkan generasi Y ini," jelas Yulia Yasmina, Senior Director Management Consulting Indonesia Lead Accenture, kepada Kompas Female di sela seminar sumber daya manusia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Yulia, perusahaan perlu melakukan penyesuaian dalam dunia kerja jika ingin sumber daya manusianya, para generasi Y, memberikan kontribusi maksimal. Meski begitu, bukan berarti perusahaan hanya berkonsentrasi pada generasi Y saja, dan generasi lainnya terlupakan.
Hanya saja, lanjutnya, generasi Y ini memang butuh penanganan tepat karena karakter dan cara mereka bekerja pun tak sama dengan generasi sebelumnya.
Yulia mengatakan, generasi Y memiliki kemampuan multitasking, kompetitif, dan cenderung mengandalkan teknologi dalam bekerja. "Mereka bisa bekerja dengan gadgetnya sendiri, dan menjaga keseimbangan kerja dengan kehidupan pribadi penting bagi mereka. Mereka technology savvy dan mampu mengerjakan pekerjaannya mengandalkan teknologi," jelasnya.
Generasi Y membutuhkan kepercayaan dari manajemen juga fleksibilitas. Teknologi dan gadget yang sudah menjadi teman baik bahkan rekan kerjanya, membuat generasi milenium ini lebih membutuhkan keleluasan bekerja di mana dan kapan saja, untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan atasannya.
"Mereka bisa bekerja dari rumah, dari kafe, dunia kerja generasi Y tak harus di kantor. Berikan tugas, dan ia akan mengerjakan di mana saja asalkan selesai tepat waktunya. Generasi Y membutuhkan waktu untuk juga bersenang-senang, selain bekerja," lanjutnya.
Karakter generasi milenium inilah yang semestinya mampu diakomodasi perusahaan, jika tak ingin kehilangan tenaga kerja yang potensial. Menurut Yulia, generasi Y memiliki banyak potensi dan kelebihan yang dapat memberikan kontribusi pada perusahaan. Terutama cara bekerja dan semangat mereka.
"Akui saja keberhasilannya, berikan pengakuan atas hasil kerjanya, hanya dengan mengatakan 'good job' misalnya, mereka akan lebih bersemangat dalam bekerja dan siap menerima tugas berikutnya dari atasannya," saran Yulia.
Marta Jonatan, Human Resources Director PT Microsoft Indonesia mengakui pentingnya mengakomodasi generasi Y ini. Namun baginya, kultur bekerja dalam perusahaan termasuk dalam menyikapi generasi Y semestinya disesuaikan kebutuhan dengan juga mempertimbangkan segmen market perusahaan tersebut.
"Kultur seperti apa yang dibutuhkan acuannya bukan generasi tapi lebih kepada segmen market. Kami bergerak di industri teknologi informasi, maka kami pun menyesuaikan dengan segmen market yang kebanyakan adalah generasi Y. Perusahaan dan generasi Y memang memiliki kedekatan. Lebih dari 70 persen karyawan di Microsoft juga berasal dari generasi Y, sehingga kultur bekerja pun akhirnya menyesuaikan," jelas Marta pada kesempatan yang sama.
Felksibilitas yang dibutuhkan generasi Y bukan semata menyangkut waktu bekerja. Bagi Marta, manajemen perusahaan juga perlu memahami cara mengelola karyawan dengan prinsip flexible style.
"Jangan menghakimi anak muda dengan mengatakannya tidak sopan mengenakan jeans ke kantor. Bagi generasi baby boomer atau generasi X, gaya kasual dengan jeans boleh jadi tak sopan, tapi tidak demikian bagi generasi Y. Manajemen perlu lebih fleksibel dalam mengatur berbagai generasi yang bekerja di perusahan. Agar generasi X bisa menerima generasi Y, dan generasi Y bisa memahami generasi X," jelasnya.
Menurut Marta, generasi Y punya lebih banyak pilihan. Kalau mereka tidak diakomodasi, ketidakpuasan dalam bekerja bisa saja muncul dan jangan heran jika mereka menjadi kutu loncat karenanya.
Untuk memunculkan kecintaan dan kesetiaan terhadap pekerjaan, perusahaan harus mampu mengakomodasi kebutuhan berbeda dari sumber daya manusianya. Salah satu caranya, dengan memberikan perasaan nyaman dan diterima bagi sumber daya manusia lintas generasi, terutama generasi Y.
"Merasa diterima di tempat kerja sangat penting, untuk memunculkan kecintaan pada pekerjaan," tandasnya.
Penulis :
Wardah Fazriyati
Editor :
wawa
No comments:
Post a Comment