Kebohongan Muawiyah Membunuh Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu anha Termasuk Salah Satu Kedustaan Rofidah
Syiah Rafidhah menuduh
bahwa Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa Muawiyah radhiallahuanhu adalah
termasuk orang yang membunuh Aisyah radhiallahu anha. Saya tahu ini
seratus persen bahwa perkataan ini termasuk kebohongan Syiah Syiah. Akan
tetapi apa mungkin anda memberikan sedikit penjelasan tentang masalah
ini agar saya dapat memberikan bantahan kepada mereka?
Published Date: 2016-04-05
Alhamdulillah
Syiah termasuk kelompok sesat, mereka adalah makhluk Allah yang paling berbohong dan seingkali membuat tuduhan kepada orang-orang. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Syiah adalah kelompok umat paling berdusta secara umum. Mereka termasuk kelompok yang paling besar mengaku Islam dari sisi pengagungan dan kesyirikan.” (Majmu Fatawa, 27/175).
Silahkan merujuk jawaban soal no. 1148 dan soal no. 113676.
Mereka telah menyebutkan kebohongannya di antara tuduhan mereka bahwa Muawiyah radhiallahu anhu ketika mengambil baiat untuk anaknya Yazid, Aisyah mengatakan kepadanya dalam kondisi mengingkari perbuatannya, “Apakah para orang tua memanggil keluarganya untuk berbaiat? Beliau mengatakan, “Tidak. Aisyah mengatakan, “Dengan siapa anda mencontoh?” Maka (Muawiyah) malu. Dan dia menyiapkan lobang, sehingga (Aisyah) terjerumus dan mati di dalamnya.” (As-Shiratal Mustaqim,, (3 bab 12/45).
Ini adalah batil dari beberapa sisi:
Pertama, bahwa Aisyah radhiallahu anha meninggal dunia secara wajar, tidak dibunuh radhiallahu anha. Dan ini kesepakan ahli ilmu. Qosim bin Muhammad mengatakan, “Aisyah mengaduh dan Ibnu Abbas datang seraya mengatakan, “Wahai Ummul Mukminin, engkau akan mendatangi tempat kemuliaan, kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiallahu anhu.” (Tarikhul Islam, 4/249)
Silahkan merujuk ‘At-Tahdzib (12/386) As-Siar (2/192) At-Tobaqat Al-Kubra (8/78).
Kedua, hubungan yang terjadi antara Muawiyah dan Aisyah radhiallahu anhuma hubungan yang baik. Disifati degan penuh kasih sayang, menyambung, kebaikan dan mengenal kabenaran Ummul Mukminin. Biasaanya beliau mengunjungi, menyambung, masuk ke dalam, berbincang-bincang dan meminta nasehat kepada (Aisyah). Hal itu terus berlangsung selama hidupnya sampai beliau meninggal dunia radhiallahu anha.
Diriwayatkan oleh Tirmizi dalam sunannya, (2414):
أن مُعَاوِيَة كتَب إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : أَنْ اكْتُبِي إِلَيَّ كِتَابًا تُوصِينِي فِيهِ وَلَا تُكْثِرِي عَلَيَّ ، فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إِلَى مُعَاوِيَةَ : سَلَامٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ : فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ ، وَمَنْ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ ) وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ، وصححه الألباني في " صحيح الجامع " (2024
“Bahwa Muawiyah menulis surat ke Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu anha. Hendaknya menulis surat untuk memberikan wasiat kepadaku dan jangan terlalu banyak. Kemudian Aisyah radhiallahu anha menulis kepada Muawiyah,”Semoga keselamatan terlimpahkan kepada anda amma ba’du. Sungguh saya telah mendengar Rasulullah sallahualaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencari ridha Allah di atas kemurkaan manusia, maka Allah akan melindunginya dari gangguan manusia. Dan siapa yang mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah serahkan (urusannya) kepada manusia. Wassalam.” (Dinyatakan Shahih Al-Bany di Shahih Al-Jami, 2024).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim (67) dari Hisyam dari ayahnya, “Muawiyah bin Abu Sofyan memberikan kepada Aisyah radhiallahunaha 100.000 (uang) kemudian beliau bagi sampai tidak tersisa sedikitpun. Barirah mengatakan, “Anda puasa, kalau seandainya anda membeli daging dengan satu dirham.” Aisyah mengatakan, “Jika saya ingat (ketika itu) pasti saya lakukan.” (DiShahihkan oleh Dzahabi di Siar, 2/186).
Dari Atha’ bahwa Muawiyah memberikan kepada ke Aisyah sekantong uang berisi 100.000 kemudian beliau bagi kepada ummahat mukminin (isteri-isteri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).” (Siyar A’lam Nubala, 92/187).
Said bin Abdul Aziz mengatakan, “Muwiyah memberikan untuk Aisyah 18.000 dinar. “ (Tarikh Islam, 4/248).
Dari Abdurrahman bin Qosim berkata, “Muawiyah memberi hadiah pakaian dan dana dan sesuatu yang ditaruh di tiang untuk Aisyah. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau menangis dan mengatakan, “Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mendapatkan hal ini. Kemudian beliau membagikannya sehingga tidak tersisa sedikitpun.” (Hilyatul Auliya, 2/48).
Diriwayatkan oleh Alqomah bin Abu Alqomah dari ibunya berkata, “Muawiyah datang ke Madinah, lalu beliau kirim permintaan kepada Aisyah, isinya, “Kirimkan untukku anbajaniah (kain) Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan rambutnya.” Maka Aisyah mengirim permintaan tersebut lewat aku yang membawanya. Kemudian beliau ambil kain Anjaniyah dan dipakainya, sementara itu rambutnya di cuci dengan air dan meminumnya dan mengoleskan kulitnya.” (Tarikhul Islam, 4/311).
Ketiga:
Yang dikenal dari Ibnu Khaldun rahimahullah, beliau termasuk orang yang menghormati para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Tidak mencela satupun dari mereka. Beliau mengembalikan perbedaan dan pertempuran yang terjadi di antara para sahabat sebagai ijtihad dan karenanya mereka semua diberi pahala. Masing-masing di antara mereka menginginkan kebenaran. Tidak dibolehkan seorang pun membicarakan mereka dengan kebatilan karena terjadinya fitnah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ini yang selayaknya dipahami terhadap prilaku para salaf dari kalangan para shahabat dan tabiin. Mereka adalah umat terbaik, kalau kita ganti kehormatan mereka menjadi celaan, siapa lagi yang dikhususkan dengan sifat adilnya. Sementara Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم - مرتين أو ثلاثاً - ثم يفشو الكذب
“Sebaik-baik manusia adalah di masaku. Kemudian setelahnya –dua atau tiga kali-kemudian merebak kebohongan.”
Beliau menjadikan kebaikan yaitu adil khusus di masa pertama dan setelahnya. Maka jaga diri dan lisan anda dari mencela salah satu di antara mereka. Jangan hati anda tergoda dengan keraguan sedikit pun terhadap apa yang terjadi diantara mereka. Carilah untuk mereka kesimpulan dan pandangan (kebenaran) semampu anda. Mereka adalah manusia yang paling mulia, mereka tidak berselisih kecuali dengan bukti. Mereka tidak berperang atau terbunuh kecuali di jalan jihad atau menunjukkan kebenaran. Meskipun begitu, yakinilah bahwa perbedaan mereka itu menjadi rahmat bagi umat setelahnya. Agar masing-masing dapat memilih dari mereka dan menjadikannya sebagai imam, petunjuk dan dalil. Fahami hal itu, dan akan tampak hikmah Allah dalam penciptaan dan alam semestanya. Ketahuilah bahwa Allah mampu melakukan segala sesuatu dan kepada-Nya kembali dan dikumpulkan.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 1/218).
Beliau rahimahullah mengatakan, “Banyak di dapati dari perkataan ahli sejarah kabar yang di dalamnya terdapat tuduhan dan semacamnya kepada hak mereka –maksudnya para shahabat –, maka selayaknya jangan kita hitamkan catatan amal kita (dengan ikut menyebarkan fitnah tersebut).” (Tarikh Ibnu Khaldun, 2/188).
Ibnu Khaldun termasuk orang yang sangat menghormati, menghargai dan menyanjung Muawiyah radhiallahuanhu. Beliau mengatakan dalam kitab Tarikhnya, 2/188, “Selayaknya pemerintaan Muawiyah dan sejarahnya diikutsertakan dalam catatan sejarah pemerintahan para Kholifah (Khulafaurrasyidin), karena beliau mengikuti mereka dalam keutamaan, keadilan dan kebersamaan (dengan Nabi)…”
Yang benar adalah Muawiyah termasuk dalam kelompok par khalifah. Akan tetapi para ahli sejarah mengakhirkannya dalam tulisan mereka karena dua sebab.
Pertama, bahwa khilafah pada masanya di dapatkan dengan cara mengalahkan. Karena seperti yang telah kami ketengahkan adanya asobiyah (fanatisme golongan) yang terjadi pada masanya. Sementara sebelum itu terjadi dengan cara memilih dan musyawarah. Sehingga mereka membedakan di antara dua keadaan. Maka, Muawiyah adalah Khalifah pertama yang meraih kekuasaan dengan cara mengalahkan dan fanatisme golongan sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli hawa nafsu tentang kehidupan raja-raja. Mereka pukul rata semuatnya seakan-akan sama saja satu sama lain. Sungguh Muawiyah tidak sama dengan orang-orang setelahnya, semoga Allah merahmatinya.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 2/188).
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Yang menjadikan Muawiyah lebih mengedepankan anakna Yazid untuk kekuasaan bukan kepada selainnya karena menjaga kemaslahatan persatuan manusia, yaitu dengan bersatunya ahlu hili wal aqdi waktu itu dari Bani Umayyah, karena Bani Umayyah waktu itu tidak rela jika khalifah selain dari mereka. Mereka adalah kelompok besar Quraisy dan Ahli Agama semua. Serta yang memenangkan diantara mereka. Sehingga yazid lebih dikedepankan dibandingkan lainnya yang dianggap lebih utama untuk menjaga kesatuan dan persatuan yang urusannya lebih penting dalam agama. Meskipun Muawiyah tidak diduga sepeti ini, maka keadilan dan kedudukannya sebagai shahabat (nabi) menghalanginya melakukan selain itu. Begitu juga kehadiran para senior dari kalangan shahabat serta diamnya mereka, sebagai dalil hilangnya keraguan pada mereka. Mereka bukan orang yang serampangan dalam mengambil kebenaran, begitu juga Muawiyah bukan orang yang gengsi untuk menerima kebenaran. Mereka semua lebih mulia dari itu semua. Keadialan mereka menghalangi akan hal itu.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 1/211).
Yang menyangka bahwa Muawiyah membunuh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha dan Ibnu Khaldun menyebutkan hal itu dalam kitabnya termasuk orang paling bohong.
Sebagai tambahan, silahkan lihat jawaban soal no. 147974.
Wallahu a’lam.
Syiah termasuk kelompok sesat, mereka adalah makhluk Allah yang paling berbohong dan seingkali membuat tuduhan kepada orang-orang. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Syiah adalah kelompok umat paling berdusta secara umum. Mereka termasuk kelompok yang paling besar mengaku Islam dari sisi pengagungan dan kesyirikan.” (Majmu Fatawa, 27/175).
Silahkan merujuk jawaban soal no. 1148 dan soal no. 113676.
Mereka telah menyebutkan kebohongannya di antara tuduhan mereka bahwa Muawiyah radhiallahu anhu ketika mengambil baiat untuk anaknya Yazid, Aisyah mengatakan kepadanya dalam kondisi mengingkari perbuatannya, “Apakah para orang tua memanggil keluarganya untuk berbaiat? Beliau mengatakan, “Tidak. Aisyah mengatakan, “Dengan siapa anda mencontoh?” Maka (Muawiyah) malu. Dan dia menyiapkan lobang, sehingga (Aisyah) terjerumus dan mati di dalamnya.” (As-Shiratal Mustaqim,, (3 bab 12/45).
Ini adalah batil dari beberapa sisi:
Pertama, bahwa Aisyah radhiallahu anha meninggal dunia secara wajar, tidak dibunuh radhiallahu anha. Dan ini kesepakan ahli ilmu. Qosim bin Muhammad mengatakan, “Aisyah mengaduh dan Ibnu Abbas datang seraya mengatakan, “Wahai Ummul Mukminin, engkau akan mendatangi tempat kemuliaan, kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiallahu anhu.” (Tarikhul Islam, 4/249)
Silahkan merujuk ‘At-Tahdzib (12/386) As-Siar (2/192) At-Tobaqat Al-Kubra (8/78).
Kedua, hubungan yang terjadi antara Muawiyah dan Aisyah radhiallahu anhuma hubungan yang baik. Disifati degan penuh kasih sayang, menyambung, kebaikan dan mengenal kabenaran Ummul Mukminin. Biasaanya beliau mengunjungi, menyambung, masuk ke dalam, berbincang-bincang dan meminta nasehat kepada (Aisyah). Hal itu terus berlangsung selama hidupnya sampai beliau meninggal dunia radhiallahu anha.
Diriwayatkan oleh Tirmizi dalam sunannya, (2414):
أن مُعَاوِيَة كتَب إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : أَنْ اكْتُبِي إِلَيَّ كِتَابًا تُوصِينِي فِيهِ وَلَا تُكْثِرِي عَلَيَّ ، فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إِلَى مُعَاوِيَةَ : سَلَامٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ : فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ ، وَمَنْ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ ) وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ، وصححه الألباني في " صحيح الجامع " (2024
“Bahwa Muawiyah menulis surat ke Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu anha. Hendaknya menulis surat untuk memberikan wasiat kepadaku dan jangan terlalu banyak. Kemudian Aisyah radhiallahu anha menulis kepada Muawiyah,”Semoga keselamatan terlimpahkan kepada anda amma ba’du. Sungguh saya telah mendengar Rasulullah sallahualaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencari ridha Allah di atas kemurkaan manusia, maka Allah akan melindunginya dari gangguan manusia. Dan siapa yang mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah serahkan (urusannya) kepada manusia. Wassalam.” (Dinyatakan Shahih Al-Bany di Shahih Al-Jami, 2024).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim (67) dari Hisyam dari ayahnya, “Muawiyah bin Abu Sofyan memberikan kepada Aisyah radhiallahunaha 100.000 (uang) kemudian beliau bagi sampai tidak tersisa sedikitpun. Barirah mengatakan, “Anda puasa, kalau seandainya anda membeli daging dengan satu dirham.” Aisyah mengatakan, “Jika saya ingat (ketika itu) pasti saya lakukan.” (DiShahihkan oleh Dzahabi di Siar, 2/186).
Dari Atha’ bahwa Muawiyah memberikan kepada ke Aisyah sekantong uang berisi 100.000 kemudian beliau bagi kepada ummahat mukminin (isteri-isteri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).” (Siyar A’lam Nubala, 92/187).
Said bin Abdul Aziz mengatakan, “Muwiyah memberikan untuk Aisyah 18.000 dinar. “ (Tarikh Islam, 4/248).
Dari Abdurrahman bin Qosim berkata, “Muawiyah memberi hadiah pakaian dan dana dan sesuatu yang ditaruh di tiang untuk Aisyah. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau menangis dan mengatakan, “Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mendapatkan hal ini. Kemudian beliau membagikannya sehingga tidak tersisa sedikitpun.” (Hilyatul Auliya, 2/48).
Diriwayatkan oleh Alqomah bin Abu Alqomah dari ibunya berkata, “Muawiyah datang ke Madinah, lalu beliau kirim permintaan kepada Aisyah, isinya, “Kirimkan untukku anbajaniah (kain) Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan rambutnya.” Maka Aisyah mengirim permintaan tersebut lewat aku yang membawanya. Kemudian beliau ambil kain Anjaniyah dan dipakainya, sementara itu rambutnya di cuci dengan air dan meminumnya dan mengoleskan kulitnya.” (Tarikhul Islam, 4/311).
Ketiga:
Yang dikenal dari Ibnu Khaldun rahimahullah, beliau termasuk orang yang menghormati para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Tidak mencela satupun dari mereka. Beliau mengembalikan perbedaan dan pertempuran yang terjadi di antara para sahabat sebagai ijtihad dan karenanya mereka semua diberi pahala. Masing-masing di antara mereka menginginkan kebenaran. Tidak dibolehkan seorang pun membicarakan mereka dengan kebatilan karena terjadinya fitnah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ini yang selayaknya dipahami terhadap prilaku para salaf dari kalangan para shahabat dan tabiin. Mereka adalah umat terbaik, kalau kita ganti kehormatan mereka menjadi celaan, siapa lagi yang dikhususkan dengan sifat adilnya. Sementara Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم - مرتين أو ثلاثاً - ثم يفشو الكذب
“Sebaik-baik manusia adalah di masaku. Kemudian setelahnya –dua atau tiga kali-kemudian merebak kebohongan.”
Beliau menjadikan kebaikan yaitu adil khusus di masa pertama dan setelahnya. Maka jaga diri dan lisan anda dari mencela salah satu di antara mereka. Jangan hati anda tergoda dengan keraguan sedikit pun terhadap apa yang terjadi diantara mereka. Carilah untuk mereka kesimpulan dan pandangan (kebenaran) semampu anda. Mereka adalah manusia yang paling mulia, mereka tidak berselisih kecuali dengan bukti. Mereka tidak berperang atau terbunuh kecuali di jalan jihad atau menunjukkan kebenaran. Meskipun begitu, yakinilah bahwa perbedaan mereka itu menjadi rahmat bagi umat setelahnya. Agar masing-masing dapat memilih dari mereka dan menjadikannya sebagai imam, petunjuk dan dalil. Fahami hal itu, dan akan tampak hikmah Allah dalam penciptaan dan alam semestanya. Ketahuilah bahwa Allah mampu melakukan segala sesuatu dan kepada-Nya kembali dan dikumpulkan.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 1/218).
Beliau rahimahullah mengatakan, “Banyak di dapati dari perkataan ahli sejarah kabar yang di dalamnya terdapat tuduhan dan semacamnya kepada hak mereka –maksudnya para shahabat –, maka selayaknya jangan kita hitamkan catatan amal kita (dengan ikut menyebarkan fitnah tersebut).” (Tarikh Ibnu Khaldun, 2/188).
Ibnu Khaldun termasuk orang yang sangat menghormati, menghargai dan menyanjung Muawiyah radhiallahuanhu. Beliau mengatakan dalam kitab Tarikhnya, 2/188, “Selayaknya pemerintaan Muawiyah dan sejarahnya diikutsertakan dalam catatan sejarah pemerintahan para Kholifah (Khulafaurrasyidin), karena beliau mengikuti mereka dalam keutamaan, keadilan dan kebersamaan (dengan Nabi)…”
Yang benar adalah Muawiyah termasuk dalam kelompok par khalifah. Akan tetapi para ahli sejarah mengakhirkannya dalam tulisan mereka karena dua sebab.
Pertama, bahwa khilafah pada masanya di dapatkan dengan cara mengalahkan. Karena seperti yang telah kami ketengahkan adanya asobiyah (fanatisme golongan) yang terjadi pada masanya. Sementara sebelum itu terjadi dengan cara memilih dan musyawarah. Sehingga mereka membedakan di antara dua keadaan. Maka, Muawiyah adalah Khalifah pertama yang meraih kekuasaan dengan cara mengalahkan dan fanatisme golongan sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli hawa nafsu tentang kehidupan raja-raja. Mereka pukul rata semuatnya seakan-akan sama saja satu sama lain. Sungguh Muawiyah tidak sama dengan orang-orang setelahnya, semoga Allah merahmatinya.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 2/188).
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Yang menjadikan Muawiyah lebih mengedepankan anakna Yazid untuk kekuasaan bukan kepada selainnya karena menjaga kemaslahatan persatuan manusia, yaitu dengan bersatunya ahlu hili wal aqdi waktu itu dari Bani Umayyah, karena Bani Umayyah waktu itu tidak rela jika khalifah selain dari mereka. Mereka adalah kelompok besar Quraisy dan Ahli Agama semua. Serta yang memenangkan diantara mereka. Sehingga yazid lebih dikedepankan dibandingkan lainnya yang dianggap lebih utama untuk menjaga kesatuan dan persatuan yang urusannya lebih penting dalam agama. Meskipun Muawiyah tidak diduga sepeti ini, maka keadilan dan kedudukannya sebagai shahabat (nabi) menghalanginya melakukan selain itu. Begitu juga kehadiran para senior dari kalangan shahabat serta diamnya mereka, sebagai dalil hilangnya keraguan pada mereka. Mereka bukan orang yang serampangan dalam mengambil kebenaran, begitu juga Muawiyah bukan orang yang gengsi untuk menerima kebenaran. Mereka semua lebih mulia dari itu semua. Keadialan mereka menghalangi akan hal itu.” (Tarikh Ibnu Khaldun, 1/211).
Yang menyangka bahwa Muawiyah membunuh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha dan Ibnu Khaldun menyebutkan hal itu dalam kitabnya termasuk orang paling bohong.
Sebagai tambahan, silahkan lihat jawaban soal no. 147974.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment